Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CERITA GALAKSI ORION



Hallo, Assalamualaikum!!salam hangat buat kalian semua😄😄.
Nah untuk kali ini akan ada cerita GALAKSI ORION buat kalian yang ada tugas mencari cerpen atau cuma sekedar baca baca.


ORIONKU


  Udara dingin membelai pori-pori kulitku. Sungguh, aku bisa merasakannya. Ada yang berbeda dengan dingin yang sekarang. Ini adalah dingin pertama yang paling menyenangkan bagiku.Aku menunduk, mengamati kakiku yang ajaibnya sekarang menapak tanah, menopang beban tubuhku. Aku tidak percaya untuk lima hal yang sekarang terjadi padaku.
1. Aku sendirian bukan di kamarku.
2. Aku merasakan seluruh inderaku bekerja.
3. Aku bisa berjalan.
4. Aku tersenyum.
5. Aku merasa hidup.


Pandangan yang baru sekali ini merasakan bagaimana itu “memandang”, segera melebar ke sisi mana saja.
     Aku penasaran tentang suaraku. Bisakah mulutku berbicara selayaknya mataku yang mampu menatap dan kakiku yang mampu melangkah?
Sekali lagi, bisakah?“Aku hidup,” kataku.
Seketika aku melompat gembira. Aku normal, itu poinnya.Lama aku menyusuri rerumputan, sampai sebuah bayangan menghampiriku. Semakin dekat hingga bayangan itu berujung dengan satu wujud manusia.
Kami bersitatap. Lama.Laki-laki di hadapanku, matanya teduh di bawah naungan angkasa. Semesta seakan menyetujui ucapan batinku, semilir angin datang mengaburkan kain yang melingkari lehernya.Kami masih saling tatap. Saling menelaah.
     “Genera Dinan Arasnova.”
Aku tercekat. Itu namaku. Untuk pertama kalinya aku mendengar nama lengkapku disebutkan. Bahkan oleh dia yang tidak aku kenal.“Siapa … kamu?” tanyaku tak sedikitpun yakin.
Dia mengulum senyum dan melangkah ke samping, lalu duduk menghadap tanah lapang di depan sana. Dia mendongak, menatapku kembali. Senyuman itu masih terpatri di sana.
“Duduklah dan kamu akan tahu siapa aku,” tuturnya lembut. Aku memicingkan mata, ragu. Perlahan meski tak yakin, aku duduk di sebelahnya.Dia menoleh ke arahku. Tersenyum lagi. Sama seperti sebelumnya, aku hanya diam memandang heran ke arah laki-laki misterius ini.“Langitnya cantik,” ujarnya masih menatapku. Matanya yang bersinar di kegelapan membuatku sedikit silau. Aku mendongak ke atas, tak berniat menjawab kata-katanya.
Benar. Saat ini langit benar-benar hitam. Bintang bertaburan di angkasa, ramai, tanpa sang rembulan.
     “Bintang berada di dalam galaksi…” katanya masih dengan menatapku. Aku tahu itu dari sudut mataku yang sekilas menangkap sorot silau matanya.
“Galaksi berada di dalam gugus galaksi…” lanjutnya. Lagi-lagi masih menatapku. Apa maksudnya?
“Terakhir, gugus galaksi berada di dalam gugus super. Kata orang, angkasa tidak pernah bohong. Dia tidak pernah tidak mengakui dirinya gelap. Dia gelap, tetapi bukan hitam. Dia tak masalah dengan semua itu, toh dia punya sirius, alnilam, mintaka, alnitak, dan temannya yang lain. Bahkan purnama pun terkadang menemaninya.”Aku menoleh, mendapati tatapannya yang semakin bersinar. “Kamu siapa?” tanyaku lagi.
“Lihat, angkasa sedang menatap ke arah kita!” serunya. Aku mau-tidak mau mendongak ke atas.
“Orion berdiri gagah di sana. Kamu tahu dongeng tentang Orion?”
Aku hanya menggeleng, masih menatap langit. Laki-laki ini darimana, mengapa ada di sini, dan siapa dia?
“Orion adalah sosok pemburu tangguh. Suatu hari, dia melecehkan seorang putri raja. Namanya Putri Merope. Alhasil, sang Raja sangat marah dan mengutuk Orion. Orion pun menjadi buta…” prolognya dengan nada lembut. Aku menoleh ke arahnya, tertarik.

     Dia masih menatapku dengan matanya yang bersinar. Dia tersenyum dan kembali bercerita.
“Orion pergi dari kerajaan. Dia menuju ke arah timur dan di tengah perjalanannya dia bertemu seorang peramal. Kamu tahu apa yang dikatakan peramal?”
Untuk kedua kalinya, aku menggeleng hampa. Dan untuk kesekian kalinya dia mengulum senyum.
“Peramal itu memberitahu Orion untuk terus berjalan ke timur menemui sang Dewa Matahari. Hanya dia lah yang mampu mematahkan kutukan dari raja. Begitulah, Orion menuruti ucapan sang peramal. Benar saja, penglihatannya kembali setelah dia bertemu sang dewa.”Kali ini, aku menatapnya lama. Entah untuk apa.
“Namamu siapa?” tanyaku lagi mengenai identitasnya. Seperti biasa, dia tersenyum untukku.
“Orion kembali menjadi pemburu yang semakin hebat. Dia bertemu Arthemis dan ibunya, Letto. Mereka berburu bersama. Tak ada yang menandingi kehebatan berburu Orion. Apapun bisa diburu oleh Orion. Seakan-akan anak panahnya sudah diotomatiskan untuk menancap di tubuh hewan buruannya. Orion menjadi berbangga diri. Dan karena hal itu…”“Sekali lagi. Siapa kamu?”Senyuman itu lagi.
Tatapan itu lagi.
Aku baru sadar, dia tidak pernah sedikit pun memalingkan wajah dariku. Matanya terus menelanjangi parasku.
     “Dewi Bumi tidak suka dengan Orion. Baginya, Orion sombong sekali. Dia pun ingin memberi hukuman. Diciptakannyalah seekor kalajengking raksasa bernama Scorpius. Scorpius melawan Orion, dan di sinilah sang pemburu gugur karena sengat kalajengking itu. Terakhir, karena permintaan Arthemis, Orion pun diangkat ke langit menjadi sebuah rasi bintang. Di mana ada Alnilam, Mintaka, dan Alnitak sebagai sabuknya. Selesai…”
Terakhir, dia mengalihkan pandangannya dariku. Dia menatap langit (atau mungkin berusaha menatap langit?) dan menunjukkan padaku mana rasi Orion itu.
Ada di sana kumpulan Bintang dengan tiga Bintang yang berjajar.Sekali lagi, kami bertatapan lama.
Sangat lama sampai aku menemukan pilu di dasar pandangannya.
     Kedua sudut bibirku tertarik dengan sendirinya. Aku memandangnya lembut, sesuatu baru saja membentur dasar jiwaku.
“Kau… Orion.” Dia tersenyum. Matanya pilu menatap kekosongan. Sejenak, aku sadar akan satu hal. Dia buta. Dia adalah Orion yang belum bertemu dengan sang Dewa Matahari.
“Asvathama Orion. Angkasa adalah duniaku. Kamu adalah… Genera-ku.”Aku terbangun. Peluh membasahi wajahku. Gelap. Aku kembali merasakan gelap. Aku kembali merasakan kakiku kaku. Aku kembali terkurung dalam kamar. Nestapa kembali menjangkauku.
Aku kembali merasa mati.Asvathama Orion…Jika boleh memilih, aku ingin tidur dan tak bangun lagi, bersama Orion-ku.