Cara belajar efektif menurut islam
1. Luruskan niat dalam belajar
Kita tentu tahu bahwa kita diperintahkan untuk
ikhlas dalam ibadah termasuk pula dalam belajar ilmu diin,
sebagaimana Allah Ta’ala perintahkan,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang
ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al
Khottob)
Karena ikhlaslah suatu kaum menjadi mulia.
Sebagaimana Abu Bakr Al Marrudzi pernah mendengar seseorang berkata pada Abu
‘Abdillah yaitu Imam Ahmad bin Hambal mengenai jujur dan ikhlas. Imam Ahmad pun
berkata,
بهذا ارتفع القوم
“Dengan ikhlas,
semakin mulialah suatu kaum.” (Ta’zhimul ‘Ilmi, hal. 25).
Guru kami, Syaikh Sholih Al ‘Ushoimi berkata,
وإنما ينال المرأ العلم
على قدر إخلاصه
“Seseorang bisa
meraih ilmu sesuai dengan kadar ikhlasnya”(Ta’zhimul ‘Ilmi, hal.
25). Artinya, semakin seseorang ikhlas dalam belajar, maka semakin mudah meraih
ilmu. Jika semakin mudah, maka ia pun akan terus semangat dalam belajar.
Yang dimaksud ikhlas dalam belajar
-sebagaimana kata Syaikh Sholih Al ‘Ushoimi-:
a- Belajar agama untuk menghilangkan kebodohan
pada diri sendiri.
b- Belajar agama untuk menghilangkan kebodohan
pada orang lain.
c- Belajar agama untuk menghidupkan dan
menjaga ilmu.
d- Belajar agama untuk mengamalkan ilmu.
Guru kami, Syaikh Sholih Al ‘Ushoimi lalu
berkata,
فالعلم شجرة والعمل ثمرة
وإنما يراد العلم بالعمل
“Ilmu itu ibarat pohon, amal itu buahnya. Ilmu
itu dicari untuk diamalkan.”(Ta’zhimul ‘Ilmi, hal. 27).
Memperbaiki niat inilah yang membuat kita bisa
terus semangat dalam belajar. Namun memperbaikinya tentu sulit dan butuh
perjuangan.
Sufyan Ats Tsauri pernah berkata,
ما عالجتُ شيئاً أشدَّ
عليَّ من نيَّتي ؛ لأنَّها تتقلَّبُ عليَّ
Sulaiman bin Daud Al Hasyimiy berkata,
ربَّما أُحدِّثُ بحديثٍ
ولي نيةٌ ، فإذا أتيتُ على بعضِه ، تغيَّرت نيَّتي ، فإذا الحديثُ الواحدُ يحتاجُ
إلى نيَّاتٍ
“Terkadang ketika aku menyampaikan satu
hadits, aku butuh pada niat. Lalu jika beralih pada hadits yang lain, maka
berubah pula niatku. Sehingga satu hadits itu butuh pada beberapa niat.”
(Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam).
Bisa jadi seseorang dalam belajar pada awalnya
ingin mengharap ridho selain Allah, namun ilmu nantinya yang mengantarkan dia
pada ridho Allah. Ad Daruquthi berkata,
طلبنا العلم لغير الله
فأبي أن يكون إلا لله
“Kami dahulu menuntut ilmu karena ingin gapai
ridho selain Allah. Namun ilmu itu enggan, ia hanya ingin niatan tersebut untuk
Allah.” (Disebutkan dalam Tadzkiroh As Saami’ wal Muta’allim, dinukil
dari Ma’alim fii Thoriqi Tholabil ‘Ilmi, hal. 18).
2. Mengamalkan ilmu
Mengamalkan ilmu membuat seseorang semakin
kokoh dan semangat untuk meraih ilmu lainnya. Sedangkan enggan mengamalkan ilmu
adalah sebab hilangnya barokah ilmu. Bahkan karena tidak mengamalkannya, itu
bisa jadi argumen untuk menjatuhkan diri seorang penuntut ilmu. Allah telah
mencela orang-orang semacam ini dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ
أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS. Ash
Shaff: 3).
Jika seseorang mengamalkan ilmu, maka Allah
akan semakin memudahkan ia mendapatkan taufik untuk meraih ilmu lainnya. Selain
itu, mengamalkannya semakin menolongnya membedakan antara yang benar dan
yang keliru. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
“Hai orang-orang beriman, jika kamu
bertaqwa kepada ALlah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (membedakan antara
yang hak dan batil)” (QS. Al Anfal: 29).
Dalam ayat lain disebutkan,
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا
زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Dan orang-orang yang mau menerima
petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan
ketaqwaannya. ” (QS. Muhammad: 17).
Ibnu Mas’ud berkata,
كان الرجل منا إذا تعلم
عشر آيات لم يجاوزهن حتى يعرف معانيهن، والعمل بهن
“Dahulu orang-orang di antara kami (yaitu para
sahabat Nabi) mempelajari sepuluh ayat Qur’an, lalu mereka tidak melampauinya
hingga mengetahui makna-maknanya, serta mengamalkannya.” (Muqoddimah Tafsir
Ibnu Katsir)
Adz Dzahabi berkata,
واما اليوم فما بقي من
العلوم القليلة الا القليل في أناس قليل ما أقل من يعمل منهم بذلك القليل فحسبنا
الله ونعم الوكيل
“Adapun hari ini: ilmu sedikit yang tersisa
hanyalah sedikit yang ditemui pada orang-orang yang jumlahnya pun sedikit. Yang
mengamalkannya pun sedikit. Hasbunallah wa ni’mal wakil, hanya Allah yang
memberikan kecukupan dan pertolongan” (Tadzkirotul Hafizh, 3: 1031).
3. Bergaul dengan orang-orang yang sholih
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah
satu sebab utama yang membantu para sahabat Nabi untuk tetap semangat dalam
iman adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ
وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ
يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian
menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan
Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang
teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama
dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).”
(QS. At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan
kebaikan dan sering menasehati kita. Karena dengan sahabat baiklah yang membuat
agama kita semakin kokoh. Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ
تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan
orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik
minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya,
engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan
pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan,
“Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak
agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul
dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.” (Fathul
Bari, 4: 324)
Para ulama pun memiliki nasehat agar kita
selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى
المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ
“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin
yang lain akan mengilapkan hati.” (Siyar A’lam An Nubala’, 8: 435)
Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa
kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat
dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah
bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan
semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini
ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Lihat Ta’thirul
Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani, hal. 466)
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu
Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri
kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam
menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat.
Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta
merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan
lapang, tegar, yakin dan tenang”. (Lihat Shahih Al Wabilush Shoyyib,
hal. 94-95)
4. Bersifat pertengahan
Di antara sebab yang membuat seseorang cepat
futur dalam belajar adalah sikap terlalu berlebihan (esktrim). Terlalu mempress
dirinya untuk belajar tanpa mengenal waktu, tanpa istirahat badan dan tidak
memperhatikan tubuhnya.
Cobalah ambil pelajaran dari hadits berikut
ini.
Dari Mujahid, ia berkata, aku dan Yahya bin
Ja’dah pernah menemui salah seorang Anshor yang merupakan sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, para sahabat
Rasul membicarakan bekas budak milik Bani ‘Abdul Muthollib. Ia berkata bahwa ia
biasa shalat malam (tanpa tidur) dan biasa berpuasa (setiap hari tanpa ada
waktu luang untuk tidak puasa). Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun bersabda, “Akan tetapi aku tidur dan aku shalat malam.
Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang
mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku,
maka ia bukan termasuk golonganku. Setiap amal itu ada masa semangat dan ada
masa malasnya. Siapa yang rasa malasnya malah menjerumuskan pada bid’ah, maka
ia sungguh telah sesat. Namun siapa yang rasa malasnya masih di atas ajaran
Rasul, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad 5: 409).
Kita mesti bersikap pertengahan termasuk pula
dalam belajar agar sikap semangat bisa terus dijaga. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr,
لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ
حَقٌّ وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ
“Dirimu itu memiliki hak yang mesti
diperhatikan. Begitu pula keluargamu memiliki hak yang mesti diperhatikan.”
(HR. Ahmad 2: 200. Sanad hadits ini hasan).
Begitu pula amalan yang terbaik adalah amalan
yang pertengahan dan rutin, walau jumlahnya sedikit. Dari ‘Aisyah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ أَحَبَّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
“Sesungguhnya amalan yang paling dicintai
di sisi Allah adalah yang rutin (kontinu) walau jumlahnya sedikit.” (HR.
Bukhari no. 5861 dan Muslim no. 782).
5. Perbanyak do’a pada Allah agar tetap terus
semangat
Dalam Al Qur’an Allah Ta’ala memuji
orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan
iman, termasuk dalam hal ini adalah semangat dalam belajar. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ
نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ
الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ
ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ (148
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai
orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami,
ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan
pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا أَفْرِغْ
عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas
diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan
ketegaran adalah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ
قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ
أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan
hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ
الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa
diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas
agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang
sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya
menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ
إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ
اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati
manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah
kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang
dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah
‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini kuat sesuai syarat Muslim)
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا
تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu
merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat:
30); ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya
Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).” (Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, hal. 245)
Semoga bermanfaat dan
moga semangat tidak kendor dalam belajar ilmu diin. Hanya Allah yang memberi
taufik.